This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

Sabtu, 26 Mei 2012

42 Negara Ikuti Borobudur Internasional Hash

 

Sabtu, 26 Mei 2012 | 07:09 WIB
Turis asing di Candi Borobudur (16/3). ANTARA/Anis Efizudin
TEMPO.CO, Yogyakarta - Sedikitnya 4.700 orang mengikuti Borobudur Internasional Hash (Interhash) 2012 pada 22-27 Mei 2012 di Candi Prambanan dan Candi Borobudur. Mereka datang dari 42 negara.

"Hash ini merupakan komunitas pencinta olahraga lari lintas alam yang bersifat non-kompetitif dengan menggabungkan unsur persaudaraan dan hiburan," kata Ketua Borobudur Interhash 2012 Lien Chie An di Candi Prambanan, Jumat malam, 25 Mei 2012.

Sedangkan Interhash merupakan event berskala internasional yang diprakarsai sejak 1978. Event itu dilaksanakan setiap dua tahun sekali dengan lokasi yang berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain.

Indonesia terakhir menjadi tuan rumah Interhash pada 1988 di Bali. Sebelumnya pada 1982 di Jakarta. Tujuan lain dari kegiatan ini untuk mengenalkan wisata Indonesia. "Selain olahraga lintas alam dan persaudaraan, juga mengenalkan wisata di Indonesia," kata dia.

Kegiatan Interhash ini diharapkan bisa menjadi pendorong pertumbuhan industri pariwisata nasional. Melalui kegiatan inilah, aktivitas pariwisata dan budaya yang dikemas dalam wujud kegiatan olahraga lintas alam akan terpromosikan secara luas.

"Untuk menggelar acara seperti ini, sangat sulit. Sudah 24 tahun Indonesia baru bisa menjadi tuan rumah," kata salah seorang promotor Borobudur Interhash 2012, Oei Hong Djien.

Ia mengakui butuh perjuangan keras untuk memenangkan perebutan tempat penyelenggaraan. Banyak panitia di berbagai negara juga menginginkan hal yang sama. Sinergi dan dukungan dari semua kalangan yang akhirnya membawa Interhash bisa digelar di Prambanan dan Borobudur.

Ia menambahkan, Indonesia memiliki potensi besar untuk memenangi kegiatan-kegiatan alam seperti Interhash. Selain faktor alam, potensi ini juga ditunjang oleh ragam budaya dan pariwisata yang berkelas dunia.

"Tetapi, potensi saja belum cukup, butuh dukungan dari semua pihak untuk mempromosikan potensi ini ke berbagai pihak dan ke dunia internasional," kata dia.

Menurut Direktur Bank Central Asia (BCA) Armand W. Hartono, Borobudur Interhash 2012 diharapkan bisa menjadi dukungan dan kampanye bagi kegiatan kepariwisataan nasional. "Lebih dari 4.700 peserta dari dalam dan luar negeri, termasuk nasabah BCA Prioritas, ikut event ini," kata Armand.

MUH SYAIFULLAH

Minggu, 15 April 2012

Ribuan Warga Magelang Saksikan Grebeg Gethuk

MAGELANG, KOMPAS.com - Ribuan warga Kota Magelang, Jawa Tengah tumpah ruah di alun-alun Kota. Mereka tampak antusias menyaksikan prosesi Grebeg Gethuk, yang merupakan puncak rangkaian peringatan Harijadi Kota Magelang ke-1106, Minggu (15/4/2012). Prosesi dibuka dengan arak-arakan rombongan Wali Kota Magelang beserta segenap jajarannya dari Masjid Agung Kota Magelang menuju panggung kehormatan di sisi timur alun-alun.
Wali Kota Magelang dan jajarannya yang lengkap mengenakan pakaian adat jawa itu disambut dengan tarian tradisonal Kunthulan, yang ditarikan oleh puluhan penari. Berbeda dengan tahun lalu, arak-arakan rombongan wali kota tersebut dilakukan dengan berjalan kaki. Tahun lalu mereka diarak menggunakan kereta kencana yang khusus disewa dari Keraton Yogyakarta dan wali kota mengenakan pakaian adat kerajaan mataram kuno.
"Penggunaan kereta Keraton Yogyakarta dianggap menyalahi sejarah terjadinya Kota Magelang, yang dulunya hanya tanah Perdikan dan tidak mempunyai sejarah keraton, oleh karena itu tahun ini ditiadakan," kata Panitia Pelaksana, Condro Bawono.
Prosesi dilanjutkan dengan upacara Jawa, dimana seluruh peserta upacara mengenakan pakaian adat Jawa. Tidak hanya pakaian, aba-aba dan sambutan inspektur upacara pun menggunakan bahasa Jawa. "Kami ingin nguri-uri (melestarikan) budaya Jawa. Kami tidak ingin budaya Jawa hilang tergerus budaya barat," tegas Condro.
Pada kesempatan itu pula, masyarakat disuguhi tarian trdisional kolosal yang apik dan spektakuler, dipentaskan oleh lebih dari 190 penari yang merupakan pelajar dan putra-putri Kota Magelang alumni ISI Yogyakarta dan Surakarta. Mereka menarikan tari Laskar Kolosal dan tari Undhuk Kolosal dan Orkes Klunthung Topeng Ireng.
Tidak hanya tarian, sebagai ganti prosesi arak-arakan kereta kencana yang ditiadakan, masyarakat kemudian dimanjakan dengan pertunjukkan sendratari berjudul Dumadining Kutho Magelang yang diperankan oleh lebih dari 260 seniman. Usai sendratari, disusul kemudian grebeg gethuk sebagai prosesi puncak. Masyarakat beramai-ramai berebut gunungan gethuk dan hasil bumi.
Dipilih gethuk karena gethuk merupakan makanan khas kota Magelang yang terbuat dari bahan bahan dasar ketela pohon. Gunungan gethuk disusun sedemikian rupa menyerupai Gunung Tidar dan Water Torn sebagai simbol kota ini. "Prosesi ini memang yang dinanti-nantikan masyarakat, sebab mereka bisa ramai-ramai berebut gethuk dan hasil bumi dan hanya diselenggarakan setahun sekali. Gethuk tersebut tentu benar-benar bisa dimakan oleh mereka, bukan sekadar replika," ujar Bambang Suprawoto, Kabag Humas, Protokol dan Santel Pemkot Magelang.
Rangkaian prosesi tersebut dilanjutkan dengan kirab budaya (karnaval kesenian) yang diikiuti oleh setidaknya 29 kelompok peserta dengan total 1500 personel. Mereka menampilkan sejumlah tarian kesenian tradional serta mobil-mobil hias nan unik menarik. Mereka berkeliling di sepanjang jalan-jalan utama kota Magelang.

GETUK SALAH SATU MAKANAN KHAS MAGELANG














GETUK

(islifedream.blogspot.com) senin.16 april.2012.Getuk adalah makan khas magelang. makan ini terbuat dari ketela yang dikukus dan di hancurkan dicapur dengan gula,kelapa,essen,pewarna makanan,dan perasa serta bahan tamban sesuai variasi.
dulunya getuk hanya dijajakan oleh pedangang mengunakan tengok(keranjang yang dipikul) dan di jajakan keliling kampung tetapi sekarang hampir dari pasar sampai toko oleh-oleh menjualnya.
di magelang terdapat berbagai macam dan variasi seperti getuk lindri,getuk gulung, dll.
 

Sabtu, 11 Februari 2012

Situs Gunung Padang


Situs Gunung Padang di Kampung Gunung Padang dan Kampung Panggulan, Desa Karyamukti Kecamatan Campaka, Cianjur, merupakan situs megalitik berbentuk punden berundak yang terbesar di Asia Tenggara. Ini mengingat luas bangunan purbakalanya sekitar 900 m2 dengan luas areal situs sendiri kurang lebih sekitar 3 ha.

Keberadaan situs ini peratama kali muncul dalam laporan Rapporten van de oudheid-kundigen Dienst (ROD), tahun 1914, selanjutnya dilaporkan NJ Krom tahun 1949. pada tahun 1979 aparat terkait dalam hal pembinaan dan penelitian bend cagar budaya yaitu penilik kebudayaan setempat disusul oleh ditlinbinjarah dan Pulit Arkenas melakukan peninjauan ke lokasi situs. Sejak saat itu upaya penelitian terhadap situs Gunung Padang mulai dilakukan baik dari sudut arkeologis, historis, geologis dan lainnya.

Bentuk bangunan punden berundaknya mencerminkan tradisi megalitik (mega berarti besar dan lithos artinya batu) seperti banyak dijumpai di beberapa daerah di Jawa Barat. Situs Gunung Padang yang terletak 50 kilometer dari Cianjur konon merupakan situs megalitik paling besar di Asia Tenggara. Di kalangan masyarakat setempat, situs tersebut dipercaya sebagai bukti upaya Prabu Siliwangi membangun istana dalam semalam.

Dibantu oleh pasukannya, ia berusaha mengumpulkan balok-balok batu yang hanya terdapat di daerah itu. Namun, malam rupanya lebih cepat berlalu. Di ufuk timur semburat fajar telah menggagalkan usaha kerasnya, maka derah itu kemudian ia tinggalkan. Batu-batunya ia biarkan berserakan di atas bukit yang kini dinamakan Gunung Padang. Padang artinya terang.

Punden berundak Gunung Padang, dibangun dengan batuan vulkanik masif yang berbentuk persegi panjang.

Bangunannya terdiri dari lima teras dengan ukuran berbeda-beda. Batu-batu itu sama sekali belum mengalami sentuhan tangan manusia dalam arti, belum dikerjakan atau dibentuk oleh tangan manusia.
Balok-balok batu yang jumlahya sangat banyak itu tersebar hampir menutupi bagian puncak Gunung Padang. Penduduk setempat menjuluki beberapa batu yang terletak di teras-teras itu dengan nama-nama berbau Islam. Misalnya ada yang disebut meja Kiai Giling Pangancingan, Kursi Eyang Bonang, Jojodog atau tempat duduk Eyang Swasana, sandaran batu Syeh Suhaedin alias Syeh Abdul Rusman, tangga Eyang Syeh Marzuki, dan batu Syeh Abdul Fukor.

Berburu Piramida Nusantara


Sekelompok orang menelisik peradaban tinggi masa silam. Ada bukit menyimpan piramida?
Jum'at, 25 Februari 2011, 19:29 WIB
 Indra Darmawan


Gunung Lalakon, Soreang Bandung (VIVAnews/ Ahmad Rizaluddin)



VIVAnews - Mentari nyaris berada di atas ubun-ubun, saat empat mobil menepi di pinggiran Jalan Raya Soreang-Cipatik, medio Februari 2011. Siang itu, Kampung Badaraksa yang terletak di lereng bukit, kedatangan tamu.

Rombongan itu menyusuri  jalan kecil mendaki di tengah pemukiman penduduk, hendak menuju ke atas puncak Gunung Lalakon, yang terletak di Desa Jelegong, Kecamatan Kotawaringin, Kabupaten Bandung.

Dari Kampung Badaraksa yang berada di ketinggian sekitar 720 m di atas permukaan laut, mereka bergegas naik memutari bukit dari bagian selatan ke barat.

Sambil membawa berbagai peralatan dan beberapa gulungan besar kabel, rombongan membelah hutan gunung. Derap langkah kaki mereka seolah berkejaran dengan ritme suara jengkerik, dan tonggeret di kanan-kiri.

Tim yang terdiri dari sekelompok pemuda dan para peneliti itu, akhirnya sampai di puncak setinggi 988 meter dari permukaan laut.

Kabel direntang. Tim mulai memasang alat geolistrik yang mereka bawa. Sebanyak 56 sensor yang dipasangi altimeter (alat pengukur ketinggian) diuntai dari puncak bukit ke bawah lereng, masing-masing berjarak lima meter, dicatu oleh dua aki listrik.

Alat-alat itu berfungsi mendeteksi tingkat resistivitas batuan, dan bisa digunakan menganalisa struktur kepadatan batuan hingga ratusan meter ke bawah.  “Tujuan kami saat itu mengetahui apakah ada bangunan tersembunyi di dalam gunung,” kata Agung Bimo Sutedjo, kepada VIVAnews, di Jakarta, Selasa, 15 Februari 2011.

***

Agung adalah Pendiri Yayasan Turangga Seta, organisasi yang punya hajat penelitian di gunung itu. Bak tokoh fiksi Indiana Jones, awak Turangga Seta memang punya kegemaran memburu jejak sejarah. Bukan atas hasrat memiliki, tapi mengungkap kegemilangan sejarah nenek moyang di masa lalu.

Komunitas itu berdiri sekitar 2004, digawangi oleh sekelompok profesional di berbagai bidang. Ada pengajar, kontraktor bangunan, pegawai negeri sipil, karyawan perusahaan swasta, juga mahasiswa. Beberapa di antara mereka punya kepekaan lebih terhadap kehadiran gaib, atau istilah keren mereka: parallel existence.

“Kami ini semua anak-anak MIT. Bukan Masachussetts Institute of Technology, tapi Menyan Institute of Technology,” kata anggota Turangga Seta Hery Trikoyo, bergurau. Sebab, dalam melakukan perburuan terhadap situs sejarah, kadang mereka mendapat sokongan informasi lokasi dari ‘informan tak kasatmata’.

Namun, karena dasarnya mereka adalah anak-anak yang mengenyam pendidikan tinggi, dorongan mereka membuktikan informasi tersebut, mengalir deras. Tak jarang para ‘arkeolog partikelir’ ini keluar malam-malam usai jam kerja, untuk menggali sebuah tempat demi membuktikan kebenaran hipotesa mereka.

Setelah mereka menemukan benda sejarah yang mereka maksud, lalu mereka menimbunnya kembali, tanpa diketahui oleh masyarakat umum. “Kami khawatir bila diketahui banyak orang, malah diambil atau dicuri,” kata Agung.

Kali ini, kedatangan mereka ke Gunung Lalakon dalam rangka membuktikan teori mereka, bahwa ada sejumlah piramid di Indonesia. Salah satu informasi awal didapatkan dari tafsiran mereka terhadap relief Candi Penataran.

Turangga Seta percaya bahwa kebudayaan Nusantara lebih tua daripada Kebudayaan Sumeria, Mesir, atau Maya. Mereka haqul yakin Indonesia memiliki situs candi atau piramida yang lebih banyak dan lebih megah dari peradaban Mesir dan Maya.

“Ada ratusan piramida di Indonesia, dan tingginya tak kalah dari piramida Giza di Mesir yang cuma 140-an meter,” kata Agung. Meski masih harus diuji secara ilmiah, pandangan Agung senada dengan teori Profesor Arysio Santos, yang menyebutkan Indonesia adalah peradaban Atlantis yang hilang. (Baca juga: Nusantara Memendam Atlantis?)

Keyakinan ini tentu saja membuat banyak orang mengernyitkan dahi.  Turangga Seta sempat mem-post keyakinan mereka ihwal keberadaan piramida di Indonesia di sebuah forum online. lengkap dengan foto-fotonya. Hasilnya, mereka menuai cemoohan dan tertawaan. “Nanti, kalau semuanya terbukti, mereka tak bisa lagi tertawa,” kata Agung berapi-api.

***

Agung mungkin sedang sesumbar. Tapi, bisa juga tidak. Usai pengujian geolistrik di Gunung Lalakon, para peneliti yang datang bersama Agung cs. terbengong-bengong. Mereka bukan sembarang peneliti. Mereka adalah peneliti papan atas. Beberapa adalah pakar geolog ternama, yang kredibilitasnya tak diragukan. Tapi karena datang atas nama pribadi, kehadiran mereka di sana tak mau diungkap.

Setidaknya, kekaguman mereka sempat diabadikan dalam sebuah rekaman video milik tim Turangga Seta yang disaksikan VIVAnews. “Selama ini saya tidak pernah menemukan struktur subsurface seperti ini. Ini unnatural (tidak alamiah - red),” kata pakar geologi yang wajahnya sering terlihat di berbagai stasiun TV itu.

Lazimnya, sebuah lapisan tanah atau lapisan batuan akan menyebar merata secara menyamping atau horisontal. Tapi hasil uji geolistrik menyatakan terdapat semacam struktur bangunan yang memiliki bentuk seperti piramida, dan di atasnya terdapat lapisan batuan tufa dan breksi dengan pola selang-seling secara bergantian.

Pola batuan tufa dan breksi ini berulang secara melintang bukan mendatar, dengan kemiringan sama. “Seolah-olah piramida ini diuruk dan dibronjong secara sengaja, agar tak longsor,” kata Hery, yang berprofesi sebagai konsultan kontraktor bangunan.

Dalam lanjutan rekaman video berikutnya, pakar geologi tadi menunjuk sebuah bentukan berwarna biru. Dalam hasil uji geolistrik, warna biru menandakan sebuah tempat yang punya resistivitas paling rendah.  “Ini mungkin semacam rongga yang bisa berisi air atau tanah lempung,” pakar geologi itu menerangkan. Bentukan tadi menyerupai semacam pintu.

Yang jelas, pakar geologi itu melanjutkan, kemungkinan besar temuan itu adalah struktur buatan manusia, karena proses alamiah sepertinya tak mungkin menghasilkan pola batuan semacam itu. “Ini jelas man-made,” kata dia.

VIVAnews sempat mengkonfirmasi salah satu pakar geologi yang turut dalam penelitian ke Gunung Lalakon bersama tim Turangga Seta. Awalnya ia menampik, dan mengatakan tak tahu-menahu keberadaan struktur bangunan mirip piramida di bawah Gunung Lalakon. Tapi belakangan secara tersirat ia mengakui hal itu.

“Saya no comment,” kata geolog kawakan Andang Bachtiar kepada VIVAnews, Rabu, 23 Februari 2011. Lebih jauh, mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) itu mengatakan hasil analisis itu masih belum bisa menyimpulkan apa-apa. Masih banyak hal yang perlu dibuktikan, kata Andang.

Tapi Andang kemudian mengaku, selain ke Gunung Lalakon di Bandung, juga ia mendampingi tim Turangga Seta menguji bukit serupa di daerah Sukahurip, Pengatikan, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Menurut Agung, timnya sudah melakukan pengujian geolistrik dan uji seismik di 18 titik di beberapa tempat di Indonesia. Di Bandung dan di Garut, mereka mendapat hasil kurang lebih sama. Semua serupa: indikasi adanya sebuah struktur bangunan yang mirip piramida di bawah bukit.

Bedanya, di bukit-piramida di Garut tak dijumpai adanya rongga seperti pintu, seperti halnya di Bandung. “Mungkin karena kami hanya mengujinya di salah satu bagian lereng bukit saja,” kata Hery Trikoyo.  Sayang, Turangga Seta masih menutup rapat hasil uji mereka di tempat lainnya.

***

Turangga Seta mengklaim masih ada ratusan piramida lain yang tersebar di seluruh Indonesia. Salah satu pentolan Turangga Seta lainnya, Timmy Hartadi, dalam laman Facebook mereka mengatakan bahwa piramida-piramida itu tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. (Lihat Infografik)

Klaim penemuan sebuah piramida tersembunyi di dalam bukit, tak hanya terjadi di Indonesia. Klaim ini juga sempat muncul di Bosnia. Pada 2006, seorang pengarang bernama Semir Osmanagic mengklaim penemuan ini, dan sempat mengatakan mereka menemukan piramida tersembunyi di bukit Visocica, kota Visoko, yang terletak di barat laut Sarajevo.

Osmanagic mengatakan penggalian piramida itu melibatkan arkeolog dari Australia, Austria, Irlandia, Skotlandia dan Slovenia. Namun, beberapa arkeolog yang disebut Osmanagic menolak klaim tersebut.

Seperti dikutip dari situs Archaeology.org, arkeolog dari Kanada yang disebut Osmanagic, Chris Mundigler mengaku tak pernah mendukung atau setuju bekerja di proyek tersebut. "Skema ini adalah sebuah kebohongan keji terhadap masyarakat awam, dan tak akan pernah mendapat tempat di dunia ilmu pengetahuan," kata pernyataan resmi dari Asosiasi Arkeolog Eropa.

Bagaimana dengan klaim piramid di Bandung dan di Garut?

Secara geomorfologis, bentuk Gunung Lalakon di Bandung maupun Gunung Sadahurip di Garut memang memiliki bentuk yang mirip dengan piramida. Mereka memiliki empat sisi yang nyaris simetris.


“Bentuknya kok begitu simetris ya? Lancipnya sangat simetris,” ujar arkeolog senior Profesor Edi Sedyawati, saat dijumpai VIVAnews di kediamannya di Jakarta, Rabu, 23 Februari 2011.

Namun, kata Edi, klaim dan hasil uji geolistrik masih belum cukup untuk mendapatkan kesimpulan akhir.  Langkah selanjutnya adalah penggalian percobaan pengambilan sampel dengan memuat sebuah test bed untuk mengetahui apa benar ada indikasi lapisan-lapisan budaya dan ada bekas-bekas perbuatan manusia atau tidak.

“Tapi ini harus betul-betul penggalian arkeologi yang meminta izin kantor suaka purbakala dan melibatkan arkeolog, karena harus ada pertanggung jawaban dan laporan, dari mili ke mili (milimeter, red)," kata Edi Sedyawati.

Turangga Seta pun tengah mengusahakan izin pengambilan sampel tanah di Gunung Lalakon kepada Pemda Jawa Barat. “Kami hanya perlu menggali tanah di lokasi, selebar sekitar 3-4 meter dengan kedalaman sekitar 3 meter,” kata Agung.

***

Gunung Lalakon dikelilingi beberapa bukit lain seperti bukit Paseban, Pancir, Paninjoan, Pasir Malang. Di bukit Paseban ada tiga buah batu, yang dua di antaranya terdapat telapak kaki manusia dewasa, dan telapak kaki anak-anak.

Menurut Edi, bila benar batu telapak itu peninggalan sejarah, kemungkinan ini berasal dari zaman megalitikum. Batu telapak juga sudah dijumpai di tempat lain, seperti prasasti Ciaruteun, peninggalan Raja Purnawarman dari kerajaan Tarumanegara. “Cap telapak kaki biasanya diabadikan sebagai monumen mengenang pemimpin suatu daerah,” kata Edi.

Cap kaki juga erat kaitannya dengan konsep Triwikrama atau tiga langkah yang berkembang di masa itu. Saat itu, mereka percaya bila seseorang hendak naik ke dunia dewa-dewa, mereka harus menjejak dengan keras agar dapat melompat tinggi sekali.

Sementara itu, di Gunung Lalakon  juga terdapat beberapa situs batuan, seperti Batu Lawang, Batu Pabiasan, Batu Warung, Batu Pupuk, Batu Renges, Batu gajah, dan sebuah batu panjang yang terletak di atas puncak.

Menurut Abah Acu, tokoh masyarakat Kampung Badaraksa, secara filosofis, Gunung Lalakon adalah perlambang sebuah lakon dari kehidupan manusia. Batu-batu tadi merepresentasikan berbagai lakon atau profesi yang dipilih oleh manusia.

Namun, keberadaan batu-batu tadi kerap disalahgunakan. Banyak orang datang ke tempat batu di Gunung Lalakon mencari pesugihan. Bahkan, menurut Jujun, tokoh agama Islam di tempat itu, dulu banyak orang datang ke Batu Gajah mencari ilham judi buntut. “Banyak pula yang berhasil menang,” kata Jujun.

Jujun menerangkan, di Gunung Lalakon secara rutin juga digelar acara ritual tolak bala, yakni dengan membuat nasi tumpeng kemudian dibagikan dan dimakan oleh penduduk. “Acara ini diadakan setiap tahun, biasanya setiap tanggal 1 Syuro.”

Berbeda dengan tradisi di Gunung Lalakon, masyarakat di sekitar Gunung Sadahurip relatif lebih ‘modern’. Menurut Nanang, warga Kampung Cicapar Pasir, kampung terdekat Gunung Sadahurip, di sana tak ada tradisi tolak bala. Masyarakat sekitar juga tak terlalu peduli dengan mitos gunung itu di masa lalu.

***

Pakar sejarah dari Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Nina Herlina Lubis, mengatakan di Tatar Sunda yang meliputi Jawa Barat, Banten, DKI, dan sebagian Provinsi Jawa Tengah, terutama dataran tinggi seperti Banten Selatan, Cianjur, Sukabumi, Bandung, Garut, Kuningan, dan Bogor, banyak ditemukan peninggalan budaya megalitikum. Tinggalan-tinggalan itu di antaranya berupa  batu menhir, bangunan berundak, batu lumpang, peti kubur batu, batu dakon, dan arca megalitik.

Namun, Nina menjelaskan, sejarah di Tatar Sunda tak mengenal bangunan piramida karena tak ada kebiasaan di Tatar Sunda membuat bangunan piramida dengan ketinggian hampir ratusan meter sebagai tempat suci. “Tempat suci di Tatar Sunda ini seringkali disebut multi-component sites atau situs berkelanjutan,” kata Nina melalui surat elektronik kepada VIVAnews.

Bila pada masa prasejarah tempat suci itu dikenal sebagai punden berundak-undak, tempat pemujaan leluhur, maka ketika budaya Hindu Budha (yang hidup pada masa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda), tempat suci itu terus dipergunakan.

Hanya saja menhir dijadikan sebagai lingga, lalu bangunan berundak itupun diwujudkan dengan gunung yang di atasnya dibangun lingga. Saat Kerajaan Sunda runtuh, maka lingga pun diganti dengan nisan bagi makam tokoh yang dianggap keramat.

Saat diberitahu di bukit-piramida Bandung maupun Garut ada makam yang dikeramatkan, serta adanya keluarga keturunan Syekh Abdul Muhyi, penyebar agama Islam di kawasan Priangan Timur, yang hidup dua abad setelah Kerajaan Sunda runtuh, Nina berusaha membuat konklusi dan analisa.

“Saya menduga bahwa bukit berbentuk piramida ini, adalah mandala (daerah pertapaan berupa dusun mandiri yang terletak di tempat terpencil), yang sudah tercampur dengan budaya yang datang kemudian (yaitu Hindu-Budha-Islam),” ujar Nina.

Namun untuk mengungkap apa sesungguhnya yang tersembunyi di balik bukit berbentuk piramid itu, kata Nina, para geolog harus bekerjasama dengan para arkeolog untuk melakukan ekskavasi (penyingkapan).

***

Cerita soal penemuan bukit berstruktur piramida ini rupanya telah sampai pula ke Istana Presiden. Seorang pejabat di lingkaran presiden, kepada VIVAnews mengaku telah dilaporkan ihwal riset itu. Untuk keterangan soal ini, dia minta tak disebutkan namanya, menimbang riset yang belum rampung.

“Ya, saya sudah lihat analisis geolistrik dan georadar-nya. Saya menyaksikannya dalam bentuk tiga dimensi. Menakjubkan, dan masih misterius. Tim riset itu dipimpin oleh para geolog terpercaya,” ujar si pejabat itu lagi, Rabu pekan lalu.

Tapi, pejabat itu tak mau menjelaskan detil penemuan. Sang geolog, ujarnya, belum mau diungkapkan ke publik. “Masih didalami oleh tim riset mereka, tetapi dari hasil yang ada, memang mencengangkan,” ujarnya.

Dia melukiskan, dari hasil geolisitrik tampak struktur berbentuk piramida di dalam bukit itu. Ada undak-undakan, mirip tangga menuju puncak piramida. Di bagian dasar, ada semacam pintu, dan tampak juga sesuatu yang mirip lorong di dalamnya.

Dia menambahkan, para ahli itu percaya ada semacam struktur geologis tak biasa di dalam gunung menyerupai piramida itu. Para ahli geologi itu, kata si pejabat istana, mempertaruhkan kredibilitas keilmuan mereka. “Kita tunggu saja. Kalau riset dan pembuktian ilmiah sudah lengkap, pasti akan dibuka ke masyarakat”.

Mungkin inilah masa penantian yang cukup menegangkan. Adakah bukit piramida ini sekadar dongeng ala piramida Bosnia yang berulang, atau memang suatu pengungkapan gemilang tentang adanya suatu peradaban besar di Nusantara yang belum pernah terungkap? (np)
• VIVAnews

Selasa, 18 Oktober 2011

Istimewa, Prosesi Panggih Pernikahan Agung Kraton Yogyakarta

Istimewa, Prosesi Panggih Pernikahan Agung Kraton Yogyakarta

October 18th, 2011 | 15:28
Setelah upacara ijab qobul di Masjid Panepen  sudah diselenggarakan, rangkaian prosesi Pernikahan Agung  (Royal Wedding) Kraton Yogyakarta dilanjutkan dengan prosesi Panggih kedua pengantin di Bangsal Kencana pada pukul 10.00 WIB. Prosesi upacara Panggih Pernikahan Agung Kraton Yogyakarta antara GKR Bendara dan KPH Yudanegara berlangsung istimewa karena dihadiri orang nomer satu Indonesia, Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono.
Selain itu juga dihadiri beberapa Menteri Kabinet Indonesia Bersatu seperti Agung Laksono, Andi Malarangeng, Suryadarma Ali, Mari Elka Pangestu. Selain mereka juga hadir tamu VVIP yang lain yaitu Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Istri Mantan Presiden Alm.Gus Dur, Sinta Nuriyah dan anak perempuannya Yenni Wahid, Mantan Wakil Presiden Hamzah Haz.
KPH Yudanegara dengan dibantu penganthi pengantin putri dan penganthi penganten putra bersiap melakukan pondongan kepada GKR Bendara pada prosesi Panggih Pernikahan Agung Kraton Yogyakarta di Bangsal Kencana Kraton Yogyakarta, Selasa (17/10).
Selain, itu  sekitar seribu undangan hadir untuk bersama-sama memberi selamat kepada pengantin dan Sri Sultan Hamengku Buwono dan GKR Hemas. Mereka duduk di kursi tamu di halaman depan, samping Bangsal Kencana.
Beberapa tamu VVIP tersebut adalah Dr. Boyke, Mardiyanto (mantan Menteri Dalam Negeri), Dien Syamsudin, Dewi Motik Pramono, Hermawan Kartajaya, Anis Baswedan dan Garin Nugroho.
Prosesi upacara Panggih dimulai dengan keberangkatan pengantin pria, KPH Yudanegara dari Bangsal Kesatriyan menuju Bangsal Kencana diiringi dua penganthi yaitu GBPH Suryodininrat dan GBPH Suryamentaram.
Di depan KPH Yudanegara dan GBPH Suryodiningrat dan GBPH Suryamentaram berjalan, adalah GBRAy Murdokusumo yang memimpin abdi dalem keparak membawa pisang sangan dan kembar mayang. Kemudian di belakangnya adalah GBPH Prabukusumo dan GBPH Cakraningrat serta abdi dalem edan-edanan.
Penampilan KPH Yudanegara dalam  prosesi Panggih berbeda dengan sebelumnya. KPH Yudanegara menggunakan tambahan  beberapa helai rambut panjang yang dijadikan satu serta memakain busana kain batik Kampuh tua.
Setelah beberapa saat KPH Yudanegara berada di  Bangsal Kencana, iring-iringan pengantin putri, GKR Bendara datang dari arah Bangsal Sekar Kedhaton. Kedatangan GKR Bendara diiringi dua penganthi yaitu BRAy Suryomentaram dan BRAy Suryadiningrat. Di depan mereka GKR Pembayun dan didepannya lagi adalah abdi dalem keparak membawa kembang setaman.
Pada saat kedua pengantin sudah tiba di Bangsal Kencana, prosesi Panggih pun dimulai dengan diawali prosesi melempar “gantal” antara dua pengantin. Setelah itu pengantin putri mencuci kaki pengantin pria lalu dirangkai dengan prosesi pondhongan yakni mengangkat pengantin putri yang dilakukan pengantin pria dibantu oleh salah satu penganthi pengantin pria.
Prosesi Panggih diakhiri dengan berjalannya KPH Yudanegara dan GKR Bendara diiring oleh orang tua menuju tempat yang telah disiapkan untuk menerima ucapan selamat dari para tamu undanga. (Jogjanews.com/joe)

Senin, 17 Oktober 2011

Jengkol Makanan Bau Terpopuler

jering atau jengkol (Archidendron pauciflorum, sinonim: A. jiringa, Pithecellobium jiringa, dan P. lobatum) adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara. Bijinya digemari di Malaysia, Thailand, dan Indonesia sebagai bahan pangan. Jengkol termasuk suku polong-polongan (Fabaceae. Buahnya berupa polong dan bentuknya gepeng berbelit membentuk spiral, berwarna lembayung tua. Biji buah berkulit ari tipis dengan warna coklat mengilap. Jengkol dapat menimbulkan bau tidak sedap pada urin setelah diolah dan diproses oleh pencernaan, terutama bila dimakan segar sebagai lalap.
Jengkol diketahui dapat mencegah diabetes dan bersifat diuretik dan baik untuk kesehatan jantung. Tanaman jengkol diperkirakan juga mempunyai kemampuan menyerap air tanah yang tinggi sehingga bermanfaat dalam konservasi air di suatu tempat.

Pemanfaatan

Biji jengkol dapat dimakan segar ataupun diolah. Olahan paling umum adalah disemur, dan dikenal oleh orang Sunda sebagai ati maung atau "hati macan". Secara berkelakar orang juga menyebutnya sebagai "kancing levis" karena bentuknya yang bundar diasosiasikan dengan kancing pada jins Levi's. Bijinya lunak dan empuk. Tekstur inilah yang membuatnya disukai. Aromanya agak menyerupai petai tetapi lebih lemah. Namun demikian tidak demikian bila sudah dibuang dari urin.
Selain disemur, biji jengkol juga dapat dibuat menjadi keripik seperti halnya emping dari melinjo, dengan cara ditumbuk/digencet hingga pipih, dikeringkan dan digoreng dengan minyak panas.
Efek negatif bau sebenarnya dapat dikurangi dengan perendaman atau perebusan. Bau pada waktu kencing dapat dikurangi apabila pembilasan dilakukan sebelum dan sesudah kencing dengan jumlah air yang cukup.

Gangguan kesehatan

Selain bau, jengkol dapat mengganggu kesehatan seseorang karena konsumsi jengkol berlebihan menyebabkan terjadinya penumpukan kristal di saluran urin, yang disebut "jengkolan". Ini terjadi karena jengkol mengandung asam jengkolat yang tinggi dan sukar larut di air pada pH yang asam. Konsumsi berlebihan akan menyebabkan terbentuknya kristal dan mengganggu urinasi. Risiko terkena jengkolan diketahui bervariasi pada setiap orang, dan dipengaruhi secara genetik dan oleh lingkungan.